Rhudy
Marseno*
*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1. LATAR BELAKANG PATIENT SAFETY
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko.
Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan
staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya
kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medical
error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as
intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an
aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai:
suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak
seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang
salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan
yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu
kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien,
tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien
terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan
(suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui
dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan
overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada
pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying
disease” atau kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic
seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan
yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak
bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti
kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat,
dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap
preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow
up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem
pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi
umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian
besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput
dari perhatian kita semua.
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation
(AHA) Board of Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan
pasien (patient safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka
juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk medication
safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika
Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System” melaporkan
bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16%
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini,
tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program
bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah
sakit.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor
496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan
utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang
jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien.
Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI)
yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah
sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk
mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan
rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari
penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient Safety
yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada.
2. PENGERTIAN PATIENT SAFETY
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu
system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
3. TUJUAN PATIENT SAFETY
Tujuan “Patient safety” adalah
1. Terciptanya budaya
keselamatan pasien di RS
2. Meningkatnya akuntabilitas
rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;
3. Menurunnya KTD di RS
4. Terlaksananya
program-program pencegahan shg tidak terjadi pengulangan KTD.
4. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PATIENT SAFETY
Pelaksanaan “Patient safety” meliputi
1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO
Collaborating Centre for Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:
1) Perhatikan nama obat, rupa
dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names)
2) Pastikan identifikasi
pasien
3) Komunikasi secara benar
saat serah terima pasien
4) Pastikan tindakan yang
benar pada sisi tubuh yang benar
5) Kendalikan cairan
elektrolit pekat
6) Pastikan akurasi pemberian
obat pada pengalihan pelayanan
7) Hindari salah kateter dan
salah sambung slang
8) Gunakan alat injeksi sekali
pakai
9) Tingkatkan kebersihan
tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital
Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun
2002),yaitu:
1. Hak pasien
Standarnya adalah
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah
1) Harus ada dokter penanggung
jawab pelayanan
2) Dokter penanggung jawab
pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
3) Dokter penanggung jawab
pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada
pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2. Mendidik pasien dan
keluarga
Standarnya adalah
RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban
& tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriterianya adalah:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn
keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS
harus ada system dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang
kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan
tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
1) Memberikan info yg benar,
jelas, lengkap dan jujur
2) Mengetahui kewajiban dan
tanggung jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk
hal yg tdk dimengerti
4) Memahami dan menerima
konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan
menghormati peraturan RS
6) Memperlihatkan sikap
menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban
finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan
kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah
RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi
antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriterianya adalah:
1) koordinasi pelayanan secara
menyeluruh
2) koordinasi pelayanan
disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
3) koordinasi pelayanan
mencakup peningkatan komunikasi
4) komunikasi dan transfer
informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode
peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien
Standarnya adalah
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg
ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta KP.
Kriterianya adalah
1) Setiap rumah sakit harus
melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan ”Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2) Setiap rumah sakit harus
melakukan pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus
melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus
menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5. Peran kepemimpinan dalam
meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah
1) Pimpinan dorong & jamin
implementasi progr KP melalui penerapan “7 Langkah Menuju KP RS ”.
2) Pimpinan menjamin
berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program mengurangi
KTD.
3) Pimpinan dorong &
tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang KP
4) Pimpinan mengalokasikan
sumber daya yg adekuat utk mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS
serta tingkatkan KP.
5) Pimpinan mengukur & mengkaji
efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS & KP.
Kriterianya adalah
1) Terdapat tim antar disiplin
untuk mengelola program keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif
untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden,
3) Tersedia mekanisme kerja
untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan
berpartisipasi
4) Tersedia prosedur
“cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena
musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar
dan jelas untuk keperluan analisis.
5) Tersedia mekanisme
pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,
6) Tersedia mekanisme untuk
menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan
komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan
sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur,
dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi
efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang
keselamatan pasien
Standarnya adalah
1) RS memiliki proses
pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan
jabatan dengan KP secara jelas.
2) RS menyelenggarakan
pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan &
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam
pelayanan pasien.
Kriterianya adalah
1) memiliki program diklat dan
orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
2) mengintegrasikan topik
keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman
yang jelas tentang pelaporan insiden.
3) menyelenggarakan pelatihan
tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin
dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci
bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Standarnya adalah
1) RS merencanakan &
mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal & eksternal.
2) Transmisi data &
informasi harus tepat waktu & akurat.
Kriterianya adalah
1) disediakan anggaran untuk
merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi
tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme
identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi
yang ada
3. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS
(berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
1. Bangun kesadaran akan nilai
keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
- Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
- Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
- Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
- Lakukan asesmen dg menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
- Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
- Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yg tepat
2. Pimpin dan dukung staf
anda, “bangunlah komitmen &focus yang kuat & jelas tentang KP di RS
anda”
Bagi Rumah Sakit:
- Ada anggota Direksi yg bertanggung jawab atas KP
- Di bagian-2 ada orang yg dpt menjadi “Penggerak” (champion) KP
- Prioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/Manajemen
- Masukkan KP dlm semua program latihan staf
Bagi Tim:
- Ada “penggerak” dlm tim utk memimpin Gerakan KP
- Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
- Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden
3. Integrasikan aktivitas
pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta
lakukan identifikasi & asesmen hal yg potensial brmasalah”
Bagi Rumah Sakit:
- Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP
- Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
- Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian thdp pasien
Bagi Tim:
- Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait
- Penilaian risiko pd individu pasien
- Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tsb
4. Kembangkan sistem
pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg mudah dpt melaporkan kejadian/insiden
serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS”
Bagi Rumah sakit:
- Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dlm maupun ke luar yg hrs dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
- Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg penting
5. Libatkan dan berkomunikasi
dengan pasien, “kembangkan cara-cara komunikasi yg terbuka
dg pasien”
Bagi Rumah Sakit
- Kebijakan : komunikasi terbuka ttg insiden dg pasien & keluarga
- Pasien & keluarga mendpt informasi bila terjadi insiden
- Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka kpd pasien & kel. (dlm seluruh proses asuhan pasien
Bagi Tim:
- Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden
- Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kel. bila terjadi insiden
- Segera stlh kejadian, tunjukkan empati kpd pasien & kel.
6. Belajar dan berbagi
pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda utk melakukan analisis
akar masalah utk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Rumah Sakit:
- Staf terlatih mengkaji insiden scr tepat, mengidentifikasi sebab
- Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun utk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
- Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden
- Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut
7. Cegah cedera melalui
implementasi system Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yg ada ttg
kejadian/masalah utk melakukan perubahan pd sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
- Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis
- Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yg menjamin KP
- Asesmen risiko utk setiap perubahan
- Sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
- Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden
Bagi Tim:
- Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
- Telaah perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
- Umpan balik atas setiap tindak lanjut ttg insiden yg dilaporkan
LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PELAKSANAAN PATIENT SAFETY
ADALAH
a. Di Rumah Sakit
1. Rumah sakit agar membentuk
Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan organisasi sebagai berikut:
Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya.
2. Rumah sakit agar
mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal tentang
insiden
3. Rumah sakit agar melakukan
pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara
rahasia
4. Rumah Sakit agar memenuhi
standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan tujuh langkah menuju
keselamatan pasien rumah sakit.
5. Rumah sakit pendidikan
mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari analisis akar
masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.
b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
1. Melakukan advokasi program
keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit di wilayahnya
2. Melakukan advokasi ke
pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait dengan program
keselamatan pasien rumah sakit.
3. Melakukan pembinaan
pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit
c. Di Pusat
1. Membentuk komite
keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia
2. Menyusun panduan nasional
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3. Melakukan sosialisasi dan
advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota,
PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan.
4. Mengembangkan laboratorium
uji coba program keselamatanpasien.
Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah
yang bisa dilakukan untuk mengembangkan budaya Patient safety ini
1. Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang
terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa
dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini
harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan
kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalam safer patient
initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan
pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun
dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
2. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin
membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah
kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan
memberikan peningkatan yang lebih nyata.
3. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah
adalah pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer
RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan
yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang
menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi
bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.
4. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk
mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya
saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun,
klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient
safety.
5. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab
individual. Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang
adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan
kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient
safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS,
maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.
6. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk
mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin
sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris,
pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan
ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah
lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.
7. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti
dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil,
tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam
komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari
masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab
ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang
tidak boleh kukerjakan?
8. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk
pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling
menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja
bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan
yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk
tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS
harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama
tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik,
masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling
melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.
5. ASPEK HUKUM TERHADAP PATIENT SAFETY
Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan
pasien adalah sebagai berikut
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
1. Keselamatan Pasien
sebagai Isu Hukum
a. Pasal 53 (3) UU
No.36/2009
“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan
nyawa pasien.”
b. Pasal 32n UU No.44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan
dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
c. Pasal 58 UU
No.36/2009
1) “Setiap orang berhak
menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
Pelkes yang diterimanya.”
2) “…..tidak berlaku bagi
tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan
kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”
2. Tanggung jawab Hukum
Rumah sakit
a. Pasal 29b UU
No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai
dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”
b. Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di
RS.”
c. Pasal 45 (2) UU
No.44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas
dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.”
3. Bukan tanggung jawab
Rumah Sakit
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila
pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat
kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif. “
4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU
No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan
yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif
dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU
No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut
Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”
5. Kebijakan yang mendukung
keselamatan pasien
Pasal 43 UU No.44/2009
1) RS wajib menerapkan standar
keselamatan pasien
2) Standar keselamatan pasien
dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan
masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
3) RS melaporkan kegiatan
keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang
ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden
keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi system
dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang
keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. System tersebut meliputi:
a. Assessment risiko
b. Identifikasi dan
pengelolaan yang terkait resiko pasien
c. Pelaporan dan
analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari
insiden
e. Tindak lanjut dan
implementasi solusi meminimalkan resiko
6. MANAJEMEN PATIENT SAFETY
Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan
system Pencacatan dan Pelaporan serta Monitoring san Evaluasi
7. SISTEM PENCACATAN DAN PELAPORAN PADA PATIENT SAFETY
a. Di Rumah Sakit
1. Setiap unit kerja di rumah
sakit mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian
Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir
yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
2. Setiap unit kerja di rumah
sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian
Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim
Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah
sakit.
3. Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah semua kejadian yang dilaporkan
oleh unit kerja
4. Berdasarkan hasil analisis
akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit merekomendasikan solusi
pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah
sakit.
5. Pimpinan rumah sakit
melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah melakukan analisis akar
masalah yang bersifat rahasia.
b. Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima
produk-produk dari Komite Keselamatan Rumah Sakit
c. Di Pusat
1. Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari rumah sakit untuk menjaga
kerahasiaannya
2. Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis yang telah dilakukan oleh rumah sakit
3. Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis laporan insiden bekerjasama dengan
rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk sebagai laboratorium uji
coba keselamatan pasien rumah sakit
4. Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit
lainnya.
8. MONITORING DAN EVALUASI
a. Di Rumah sakit
Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada
unit-unit kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien
di unit kerja
b. Di propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di
wilayah kerjanya
c. Di Pusat
1. Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Keselamatan Pasien
Rumah Sakit di rumah sakit-rumah sakit
2. Monitoring dan evaluasi
dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.
REFERENSI
1. Komalawati, Veronica.
(2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.
2. Lestari, Trisasi. Knteks
Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk
Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006
Hal.1-3
3. Pabuti, Aumas. (2011)
Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit. Proceedings of expert
lecture of medical student of Block 21st of Andalas
University, Indonesia
4. Panduang Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005
5. Tim keselamatan Pasien RS
RSUD Panembahan Senopati. Patient Safety.
6. Yahya, Adib A. (2006)
Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings of National
Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15
November 2006.
7. Yahya, Adib A. (2007) Fraud
& Patient Safety. Proceedings of PAMJAKI meeting
“Kecurangan (Fraud) dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan” Hotel Bumi Karsa, Jakarta
13 December 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar