Selasa,
25 Maret 2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Gerakan
"Patient safety" atau
Keselamatan Pasien telah menjadi spirit dalam pelayanan rumah sakit di seluruh
dunia. Tidak hanya rumah sakit di negara maju yang menerapkan Keselamatan
Pasien untuk menjamin mutu pelayanan, tetapi juga rumah sakit di negara
berkembang, seperti Indonesia.
Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan no
1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Peraturan ini menjadi tonggak
utama operasionalisasi Keselamatan Pasien di rumah sakit seluruh Indonesia.
Banyak rumah sakit di Indonesia yang telah berupaya membangun dan mengembangkan
Keselamatan Pasien, namun upaya tersebut dilaksanakan berdasarkan pemahaman
manajemen terhadap Keselamatan Pasien. Peraturan Menteri ini memberikan panduan
bagi manajemen rumah sakit agar dapat menjalankan spirit Keselamatan Pasien
secara utuh.
Menurut
PMK 1691/2011, Keselamatan Pasien adalah suatu sistem di rumah sakit yang
menjadikan pelayanan kepada pasien menjadi lebih aman, oleh karena
dilaksanakannya: asesmen resiko, identifikasi dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindaklanjutnya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat tindakan medis atau tidak dilakukannya tindakan medis
yang seharusnya diambil. Sistem tersebut merupakan sistem yang seharusnya
dilaksanakan secara normatif.
Melihat
lengkapnya urutan mekanisme Keselamatan Pasien dalam PMK tersebut, maka, jika
diterapkan oleh manajemen rumah sakit, diharapkan kinerja pelayanan klinis
rumah sakit dapat meningkat serta hal-hal yang merugikan pasien (medical error,
nursing error, dan lainnya) dapat dikurangi semaksimal mungkin. Dari uraian
diatas maka penulis tertarik untuk mengungkap lebih dalam tentang “ Penerapan Patient safetySerta Manajemen Komplain
di Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”
B. Tujuan
Penulisan
1. Tujuan Umum
Menganalisis penerapan patient safetyserta manajeman komplain
di Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
2. Tujuan Khusus
a. Mencari faktor yang dapat mempengaruhi penerapan patient safetydi Bangsal Arraudah RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta
b. Membandingkan antara teori patient safetydan pelaksanaannya di
Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
c. Menganalisis pelaksanaan patient
safetydi Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta
d. Membuat rencana perbaikan pelaksanaan patient safetydi pelaksanaannya di
Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Patient safety;;
Menurut
Supari tahun 2005, patient safety adalah
bebas dair cidera aksidental atau menghindarkan cidera pada pasien akibat
perawatan medis dan kesalahan pengobatan.
Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insident dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem
ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
dilakukan (DepKes RI, 2006).
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah tidak adanya kesalahan atau bebas
dari cedera karena kecelakaan. Keselamatan pasien (patient
safety;;) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko. Meliputi: assessment
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko
B. Tujuan
Sistem Patient safety;;
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi penanggulangan KTD
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional
adalah:
1.
Identify
patients correctly (mengidentifikasi pasien secara
benar)
2.
Improve
effective communication
(meningkatkan komunikasi yang efektif)
3.
Improve
the safety of high-alert medications
(meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko tinggi)
4.
Eliminate
wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan
pasien, kesalahan prosedur operasi)
5.
Reduce
the risk of health care-associated infections
(mengurangi risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6.
Reduce
the risk of patient harm from falls
(mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh)
C. Urgensi Patient safety;;
Tujuan utama rumah sakit adalah
merawat pasien yang sakit dengan tujuan agar pasien segera sembuh dari sakitnya
dan sehat kembali, sehingga tidak dapat ditoleransi bila dalam perawatan di
rumah sakit pasien menjadi lebih menderita akibat dari terjadinya risiko yang
sebenarnya dapat dicegah, dengan kata lain pasien harus dijaga keselamatannya
dari akibat yang timbul karena error. Bila program keselamatan pasien
tidak dilakukan akan berdampak pada terjadinya tuntutan sehingga meningkatkan
biaya urusan hukum, menurunkan efisisiensi, dll.
D. Isu,
Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam Patient safety;;
1. Lima isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
a. keselamatan pasien;
b. keselamatan pekerja (nakes);
c. keselamatan fasilitas (bangunan,
peralatan);
d. keselamatan lingkungan;
e. keselamatan bisnis.
2. Elemen Patient safety;;:
a.
Adverse
drug events(ADE)/ medication errors (ME)
(ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan)
b.
Restraint
use (kendali penggunaan)
c.
Nosocomial
infections (infeksi nosokomial)
d.
Surgical
mishaps (kecelakaan operasi)
e.
Pressure
ulcers (tekanan ulkus)
f.
Blood
product safety/administration (keamanan
produk darah/administrasi)
g.
Antimicrobial
resistance (resistensi antimikroba)
h.
Immunization
program (program imunisasi)
i.
Falls
(terjatuh)
j.
Blood
stream – vascular catheter care (aliran
darah – perawatan kateter pembuluh darah)
k.
Systematic
review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan
pasien/pengunjung laporan kejadian)
3.
Most
Common Root Causes of Errors
(Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum):
a.
Communication
problems (masalah komunikasi)
b.
Inadequate
information flow (arus informasi yang tidak memadai)
c.
Human
problems (masalah manusia)
d.
Patient-related
issues (isu berkenaan dengan pasien)
e.
Organizational
transfer of knowledge (organisasi transfer pengetahuan)
f.
Staffing
patterns/work flow (pola staf/alur kerja)
g.
Technical
failures (kesalahan teknis)
h.
Inadequate
policies and procedures
(kebijakan dan prosedur yang tidak memadai) [AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality) Publication, 2003]
E. Standar Keselamatan Pasien
Tujuh Standar Keselamatan Pasien
(mengacu pada “Hospital Patient safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint
Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun
2002), yaitu:
1. Hak pasien
Standarnya adalah pasien &
keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana &
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan
hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya KTD
2.
Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS harus mendidik
pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien. Kriterianya adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat
ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di RS harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien &
keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3.
Keselamatan pasien dan kesinambungan
pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan dengan kriteri sebagai berikut:
a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya
c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4.
Penggunaan metode-metode peningkatan
kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah RS harus mendisain
proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor & mengevaluasi
kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, &
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP dengan criteria sebagai
berikut:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan”Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan
informasi hasil analisis
5.
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien standarnya adalah:
a.
Pimpinan dorong & jamin
implementasi program KP melalui penerapan “7 Langkah Menuju KP RS”.
b.
Pimpinan menjamin berlangsungnya
program proaktif identifikasi risiko KP & program mengurangi KTD.
c.
Pimpinan dorong & tumbuhkan
komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan dengan
pengambilan keputusan tentang KP
d.
Pimpinan mengalokasikan sumber daya
yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta
tingkatkan KP.
e.
Pimpinan mengukur & mengkaji
efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja RS & KP, dengan
criteria sebagai berikut:
(1)
Terdapat tim antar disiplin untuk
mengelola program keselamatan pasien.
(2)
Tersedia program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden,
(3)
Tersedia mekanisme kerja untuk
menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
(4)
Tersedia prosedur “cepat-tanggap”
terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi
risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk
keperluan analisis.
(5)
Tersedia mekanisme pelaporan
internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,
(6)
Tersedia mekanisme untuk menangani
berbagai jenis insiden
(7)
Terdapat kolaborasi dan komunikasi
terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan
(8)
Tersedia sumber daya dan sistem
informasi yang dibutuhkan
(9)
Tersedia sasaran terukur, dan
pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi
efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6.
Mendidik staf tentang keselamatan
pasien. Standarnya adalah:
a. RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b. RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria
sebagai berikut:
(1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang
memuat topik keselamatan pasien
(2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan inservice training dan
memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
(3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.
7.
Komunikasi merupakan kunci bagi staf
untuk mencapai keselamatan pasien. Standarnya adalah:
a. RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi
KP untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
b. Transmisi data & informasi harus tepat waktu &
akurat, dengan criteria sebagai berikut:
(1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan
keselamatan pasien.
(2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
F.
Tujuh
langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005)
sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
a)
Bangun kesadaran akan nilai
keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”
Bagi
Rumah sakit:
a. Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah
kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
b. Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c. Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d. Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi
Tim:
a. Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada
insiden
b. Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta
pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat
b) Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus
yang kuat & jelas tentang KP di RS anda”
Bagi
Rumah Sakit:
a. Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b.
Di bagian-bagian ada orang yang
dapat menjadi “Penggerak” (champion) KP
c.
Prioritaskan KP dalam agenda rapat
Direksi/Manajemen
d.
Masukkan KP dalam semua program
latihan staf
Bagi
Tim:
a. Ada “penggerak” dalam tim untuk
memimpin Gerakan KP
b. Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan
KP
c. Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden
c) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan
sistem & proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi &
asesmen hal yang potensial bermasalah”
Bagi
Rumah Sakit:
a.
Strukur & proses menjamin risiko
klinis & non klinis, mencakup KP
b. Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c.
Gunakan informasi dari sistem
pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian terhadap
pasien
Bagi
Tim:
a.
Diskusi isu KP dalam forum-forum,
untuk umpan balik kepada manajemen terkait
b. Penilaian risiko pada individu pasien
c.
Proses asesmen risiko teratur,
tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tersebut.
d) Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dengan
mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada
KKP-RS”
Bagi
Rumah Sakit:
a.
Lengkapi rencana implementasi sistem
pelaporan insiden, ke dalam maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS –
PERSI
Bagi
Tim:
a.
Dorong anggota untuk melaporkan
setiap insiden & insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga,
sebagai bahan pelajaran yang penting
e) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien”
Bagi Rumah Sakit:
a.
Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien
& keluarga
b. Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi
insiden
c.
Dukungan, pelatihan & dorongan semangat
kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan pasien)
Bagi
Tim:
a.
Hargai & dukung keterlibatan
pasien & keluarga bila telah terjadi insiden
b. Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila
terjadi insiden
c.
Segera setelah kejadian, tunjukkan
empati kepada pasien & keluarga.
f)
Belajar dan berbagi pengalaman
tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda untuk melakukan analisis akar
masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Rumah Sakit:
a.
Staf terlatih mengkaji insiden
secara tepat, mengidentifikasi sebab
b. Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root
Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau
metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun untuk
proses risiko tinggi
Bagi
Tim:
a.
Diskusikan dalam tim pengalaman dari
hasil analisis insiden
b. Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi
pengalaman tersebut
g)
Cegah cedera melalui implementasi
sistem Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah
untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
a.
Tentukan solusi dengan informasi
dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis
b. Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian
pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP
c.
Asesmen risiko untuk setiap
perubahan
d. Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e.
Umpan balik kepada staf tentang
setiap tindakan yang diambil atas insiden
Bagi
Tim:
a.
Kembangkan asuhan pasien menjadi
lebih baik & lebih aman
b. Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan
pelaksanaannya
c.
Umpan balik atas setiap tindak
lanjut tentang insiden yang dilaporkan
G.
Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit
WHO Collaborating Centre for Patient safety pada tanggal 2 Mei 2007
resmi menerbitkan “Nine Life Saving
Patient safety Solutions” (“Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”). Panduan ini mulai
disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara,
dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak
bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini
setiap hari ada pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD,
baik yang tidak dapat dicegah (non error)
mau pun yang dapat dicegah (error),
berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah
sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah atau mengurangi cedera
pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini
merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses asuhan
pasien, guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah.
Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah
Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan
kondisi RS masing-masing.
a.
Perhatikan Nama Obat, Rupa dan
Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip
(NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang
paling sering dalam kesalahan obat (medication
error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan
puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi
terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta
kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan
risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang
dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
b.
Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus
menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada
kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang
keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi
ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk
keterlibatan pasien dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi
di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien
dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi
pasien dengan nama yang sama.
c.
Komunikasi Secara Benar saat Serah
Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat
serah terima/ pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta
antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan,
pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap
pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien
termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat
kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para
pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
d.
Pastikan Tindakan yang benar pada
Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya
sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru
atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan
miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor
yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah
tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya
adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan
proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah
oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat
dalam prosedur Time out sesaat
sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan
sisi yang akan dibedah.
e.
Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi
khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari
dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang
cairan elektrolit pekat yang spesifik.
f.
Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada
Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling
sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan)
medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik
transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling
lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga
disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat
admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah
medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut
dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
g.
Hindari Salah Kateter dan Salah
Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit
dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang
keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi
secara detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian
makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada
pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).
h.
Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global
terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai
ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan
kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan
khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien
dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum
sekali pakai yang aman.
i.
Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi
Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat
lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di
rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang
pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan “alcohol-based
hand-rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada
semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar
mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan
penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang
lain.
H. Aspek Hukum Terhadap Patient
safety;;
Aspek
hukum terhadap “patient safety;;”
atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut:
1. UU
Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
a.
Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
1)
Pasal 53 (3) UU No.36/2009; “Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.”
2)
Pasal 32n UU No.44/2009; “Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan
dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
3)
Pasal 58 UU No.36/2009
a) “Setiap
orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.”
b) “…..tidak
berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”
2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a.
Pasal 29b UU No.44/2009; ”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai
dengan standar pelayanan Rumah Sakit.”
b.
Pasal 46 UU No.44/2009; “Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di
RS.”
c.
Pasal 45 (2) UU No.44/2009; “Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas
dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.”
3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
a. Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit; “Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila
pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat
berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif.
“
4.
Hak Pasien
a. Pasal
32d UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan
yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009; “Setiap
pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c.
Pasal 32j UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d.
Pasal 32q UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut
Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”
5.
Kebijakan yang mendukung keselamatan
pasien
a. Pasal 43 UU No.44/2009
1.
RS wajib menerapkan standar
keselamatan pasien
2.
Standar keselamatan pasien
dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan
masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
3.
RS melaporkan kegiatan keselamatan
pasien kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh
menteri
4.
Pelaporan insiden keselamatan pasien
dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi sistem dalam rangka
meningkatkan keselamatan pasien.
H. Implementasi
Patient safety;;
Menurut James Reason dalam Human error
management: models and management tahun
1991, dikatakan ada dua pendekatan dalam penanganan error atau
KTD. Pertama pendekatan personal. Pendekatan ini memfokuskan pada
tindakan yang tidak aman, melakukan dan pelanggaran prosedur, dari
orang-orang yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan (dokter,
perawat, ahli bedah, ahli anestesi, farmasis dll). Tindakan tidak aman ini
dianggap berasal dari proses mental yang menyimpang seperti mudah lupa, kurang
perhatian, motivasi yang buruk, tidak hati-hati, alpa dan sembrono.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar